x Klub Sastra Bentang: [B] City of Love and Ashes

Thursday, June 30, 2005

[B] City of Love and Ashes



Penulis: Yusuf Idris
Alih bahasa: Dian Vita
Penerbit: BENTANG (PT Bentang Pustaka)
Tahun: 2004 (cetakan pertama)
Tebal: 305 hal

Cinta seperti belukar. Ia liar, liat, dan tangguh, dapat tumbuh di manapun dan dalam cuaca bagaimanapun. Ia adalah karunia kehidupan paling indah, hasrat hati manusia yang telah ada sejak Adam dan Hawa. Sebab, bukankah Tuhan mencipta dengan cinta?

Hamza dan Fawziya jatuh cinta di tengah kemelut perjuangan rakyat Mesir menentang pendudukan kembali Inggris di negeri mereka. Semula, Fawziya beranggapan tak pantas dan tak pada tempatnya ia memiliki perasaan cinta terhadap Hamza, kawan seperjuangannya, karena itu sama artinya dengan mengkhianati cita-cita perjuangan mereka yang suci. Tak seharusnya mereka mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan seluruh rakyat Mesir dengan bercinta-cintaan. Ada hal lebih mulia dari sekadar urusan cinta.

Namun, Fawziya tak mampu menepis suara hati menerima Hamza bersama cintanya. Kekaguman dan rasa hormatnya kepada pemuda revolusioner itu telah menerbitkan cinta tak terbendung, meski ia tahu bahwa Hamza miskin dan hanya anak seorang pekerja jalan kereta api. Ia bahkan rela menceburkan diri ke dalam kehidupan Hamza yang penuh bahaya sebagai seorang pemberontak yang dicari-cari polisi. Menyediakan dirinya ikut serta membantu perjuangan Hamza dan kawan-kawan, walaupun harus berdusta dan mengarang cerita bohong untuk sekadar mendapatkan donasi. Sungguh cinta yang heroik.

Setting kejadian novel ini adalah Mesir tahun 1952. Masa yang penuh pergolakan perlawanan rakyat terhadap Inggris yang hendak menguasai Mesir kembali. Dikisahkan dengan bahasa memikat, metafor-metafor indah serta selipan gurau-gurau segar, menjadikan City of Love and Ashes ini satu cerita cinta yang menggebu-gebu dan romantis. Yusuf Idris telah menjadi seorang pengisah yang baik di sini, membuat saya jadi ingin merasakan jatuh cinta sekali lagi :
"Apakah kita akan melewati malam pertama? Kau tahu apa yang akan ku lakukan pada malam itu? Aku akan menutup pintu di belakangku dan berkata : 'Kamerad Fawziya, topik diskusi kita malam ini adalah....'" (hal.208)

Tak ada konflik yang terlalu berarti pada kisah Hamza dan Fawziya ini kecuali perang di batin masing-masing oleh rasa bersalah telah menodai perjuangan dengan cinta mereka. Tetapi, siapa yang benar-benar bisa menolak cinta? Merekapun pada akhirnya harus tunduk pada - meminjam istilah sinopsis novel ini - gerak hati manusia yang paling purba itu.

Untuk yang suka cerita cinta, bolehlah baca novel karya peraih penghargaan Naguib Mahfouz for Literature ini.

endah sulwesi