x Klub Sastra Bentang: May 2007

Wednesday, May 23, 2007

Seratus Tahun Kesunyian




Penulis: Gabriel Garzia Marquez
ISBN: 978-979-1227-06-3
Jumlah halaman: viii + 550 hlmn
Penerjemah: Nin Bakdi Soemanto
Penyunting: E. Wendratama
Harga: 64.500,-

SINOPSIS

Dinlai sebagai karya terbaik dan paling terkenal Garzia Marquez, Seratus Tahun Kesunyian mengisahkan perjalanan seratus tahun kehidupan Macondo, sebuah desa yang didirikan oleh José Arcadio Buendía, setelah meninggalkan desanya akibat konflik aneh dengan hantu dari seseorang yang telah ia bunuh dengan tombak. Kehidupan seratus tahun di Macondo ini berpilin di seputar rumah besar dinasti Buendia, yang menurunkan banyak individu dengan “kegilaan” masing-masing.

Novel dengan nuansa komikal sekaligus tragis ini juga disebut sebagai novel politik khas benua Amerika, sebuah konflik dan situasi politik yang kaya dengan aspek kultural dan individu-individu yang mungkin .
Kisah panjang yang ajaib ini menampilkan kompleksitas kehidupan manusia: ibu rumah tangga yang luar biasa, pemikir dan kehidupannya yang mengatasi zaman, kejayaan dan kesunyian serdadu, insomnia dan amnesia, dan nuansa-nuansa magis yang menyelimuti dinasti Buendia.

"Sekelompok petualang mendirikan sebuah desa di tengah hutan di Amerika Selatan. Peristiwa ini menandai awal dari sebuah dunia, sebuah keluarga besar, seabad kejadian-kejadian luar biasa, dan sebuah novel yang sangat memikat."
The Times

"Anda keluar dari novel ini seperti bangun dari mimpi, dengan pikiran puncak … di mana Garzía Márquez naik ke atas panggung bersama Günter Grass dan Vladimir Nabokov, hasratnya sekuat imajinasinya, dengan fatalisme lebih besar dari pada keduanya. Mengagumkan."
New York Times

TENTANG PENULIS

Gabriel García Márquez lahir di Aracataca, Kolumbia ta­h­un 1928. Ia belajar di Universitas Bogota dan terakhir be­kerja sebagai wartawan untuk koran Kolumbia El Es­pec­tador dan menjadi koresponden asing di Roma, Paris, Bar­celona, Caracas, dan New York. Ia menulis sejumlah no­vel dan kumpulan cerita pendek, di antaranya Eye of a Blue Dog (1947), Leaf Storm (1955), No One Writes to the Colonel (1958), In Evil Hour (1962), Big Mama’s Funeral (1962), One Hundred Years of Solitude (1967), Innocent Erendira and Other Stories (1972), The Autumn of the Patriarch (1975), Chronicle of a Death Foretold (1981), Love in the Time of Chole­ra (1985), The General in His Labyrinth (1989), Strange Pilgrims (1992), dan Of Love and Other Demons (1994).

Gabriel García Márquez memperoleh Hadiah Nobel Ke­susastraan pada 1982. Ia tinggal di Mexico City.

Labels: ,

Saturday, May 19, 2007

Launching dan Diskusi Buku Mereka Membunuhku Pelan-pelan

LAUNCHING dan DISKUSI BUKU

MEREKA MEBUNUHKU PELAN-PELAN
Pengakuan Seorang Praja IPDN Melawan Gerakan Tutup Mulut


BERSAMA DINO ARIS FAHRIZAL
Mantan Gurbernur Praja IPDN

Tempat:
MP Book Point
Jl. Puri Mutiara Raya 72
Jeruk Purut, Jakarta Selatan

Waktu:
Jumat, 25 Mei 2007
Pukul 15.00-17.00

Pembicara:
Hermawan Aksan
(penulis dan wartawan Tribun Jabar)

Moderator:
Gangsar Sukrisno

Labels: , , ,

Launching Buku Dongeng Untuk Poppy

Launching Buku
DONGENG UNTUK POPPY
Fadjroel Rachman


Tempat:
MP Book Point
Jl. Puri Mutiara Raya 72
Jeruk Purut, Jakarta Selatan

Waktu:
Jumat, 25 Mei 2007
Pukul 19.00-21.00

Pembaca puisi:
Iman Soleh Wungkul
Sujiwo Tejo
Ingrid Wijanarko
Wanda Hamidah

Interpretasi puisi:
Mukti Mukti

MC:
Nova Rianti Yusuf

Turut mendukung:
MP Book Point
Bentang Pustaka
Milis Klub Sastra Bentang

Labels: , , ,

Friday, May 11, 2007

Edensor




Penulis: Andrea Hirata
ISBN: 978-979-1227-02-5
Jumlah halaman: xii + 288 hlmn
Penyunting: Imam Risdiyanto
Harga: 39.000,-

SINOPSIS

Novel ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi ini bercerita tentang petualangan Ikal dan Arai di Eropa. Setelah berhasil memperoleh beasiswa ke Prancis, Ikal dan Arai, mengalami banyak kejadian yang orang biasa sebut sebagai kejutan budaya. Banyak kebiasaan dan peradaban Eropa yang berlainan sama sekali dengan peradaban yang selama ini mereka pahami sebagai orang Indonesia, khususnya Melayu.

Di dalam buku ini juga Ikal dan Arai kembali menuai karma akibat kenakalan-kenalan yang pernah mereka lakukan semasa kecil dan remaja dulu. Pembaca akan dibawa ke dalam petualangan mereka menyusuri Eropa dengan berbagai pengalaman yang mencengangkan, mencekam, membuat terbahak, sekaligus berurai air mata.

Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!

Novel ini kian meneguhkan kehadiran tetralogi Laskar Pelangi sebagai karya unggul yang pasti disukai pembaca.
—Ahmad Tohari, sastrawan

Andrea Hirata membuatku mabuk kepayang!
—Linda Christanty, cerpenis

Friday, May 04, 2007

Mereka Membunuhku Pelan-pelan – Pengakuan Seorang Praja IPDN Melawan Gerakan Tutup Mulut



Judul: Mereka Membunuhku Pelan-Pelan
Penulis: Hermawan Aksan, dkk
ISBN: 978-979-1227-07-0
Jumlah Halaman: viii + 200 hlmn
Penyunting: Salman Faridi


SINOPSIS

Jika kami terlihat begitu gagah dengan seragam ketat yang membungkus tubuh kami, ketahuilah bahwa
  • tubuh kami menyimpan banyak luka yang harus kami tutupi dari publik
  • kami harus belajar tutup mulut meskipun kekerasan terus berulang di depan mata
  • kami harus disiplin untuk menyimpan rahasia rapat-rapat
  • kami harus mematuhi senior dan menerima semua pukulan dan tendangan mereka
  • kami harus menghadapi neraka IPDN ini dan tetap terlihat gagah dan anggun

... tapi kami sudah tidak tahan lagi.

"Aku bosan mendapatkan pukulan terus-terusan. Aku ingin lari dari peristiwa-peristiwa mengerikan itu. Aku sangat ingin menceritakan semua itu kepada kedua orang tuaku. Tapi keberanian itu tak ada. Aku tak yakin orang tuaku bisa menerima semua ceritaku. Mereka sudah sangat bangga kepada anaknya yang menyandang sebutan Praja IPDN."

Labels: , , ,